Don't Show Again Yes, I would!

Jumlah Mahar Pernikahan yang Baik Dalam Islam

Jumlah Mahar Pernikahan sering kali menjadi perbincangan hangat diantara kaum adam maupun kaum hawa, ada yang mewajibkan mahar yang tinggi dan ada juga yang rendah hati dengan menerima semampunya.

Dalam menentukan jumlah mahar tentu harus mempermudah dalam artian masih dapat diusahakan, kamu kebingungan dalam menentukan jumlah mahar pernikahan berapa? atau bahkan belum mengetahui mahar yang baik itu seperti apa? mari kita bahas bersama dengan mengutip beberapa bebera dalil yang ada.

Baca Juga : Apa Itu Nikah Siri, Syarat dan Hukumnya Bagaimana?

Jumlah Mahar Minimal

Mari kita mulai bahasan pertama dengan batas minimal, apakah ada batasan minimal mahar atau tidak?

Jawabannya : Sekalipun fuqoha’ sepakat bahwa tidak ada batas maksimal dalam mahar, tetapi sebaiknya tidak berlebihan, khususnya di era sekarang. Hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW bersabda:

“Wanita yang sedikit maharnya lebih banyak berkahnya”

“Sebaik­baik mahar adalah yang paling mudah”.

Ulama Syafi’iyah, Imam Ahmad, Ishak, dan Abu Tsaur berpendapat tidak ada batas minimal jumlah mahar, tetapi sah dengan apa saja yang mempunyai nilai materi, baik sedikit maupun banyak.

Alasannya, karena beberapa dalam al­Qur’an dijelaskan tentang mahar dengan jalan kebijaksanaan, layak baginya sedikit dan banyak. Seperti terdapat dalam surat An-nisa Ayat 4:

وَاٰ تُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحۡلَةً​  ؕ فَاِنۡ طِبۡنَ لَـكُمۡ عَنۡ شَىۡءٍ مِّنۡهُ نَفۡسًا فَكُلُوۡهُ هَنِيۡٓــًٔـا مَّرِیۡٓـــٴًﺎ‏

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatillah pemberian itu dengan senang hati.

Menurut beberapa mufassir, dari ayat ini tidak terdapat indikasi yang mengaharuskan jumlah minimal untuk mahar pernikahan.

Jumlah Maksimal Mahar

Para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan tertinggi untuk jumlah mahar karena tidak ada dalil dalam syari’at yang menunjukan hal itu. 

Ibnu Taimiyah berkata, “Lelaki yang kaya dan mampu secara finansial boleh memberikan mahar dalam jumlah besar kepada perempuan yang dinikahinya”.

Allah SWT. berfirman;

وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٖ مَّكَانَ زَوۡجٖ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ قِنطَارٗا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيۡ‍ًٔاۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَٰنٗا
وَإِثۡمٗا مُّبِينٗا 20

“Sedang kamu telah memberikan kepada seorang diantara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali sedikitpun darinya…” (QS. An­Nisa [4] :20).

Tetapi, jika lelaki itu tidak ingin memberikan mahar dalam jumlah besar atau tidak mampu untuk memenuhinya, maka memberikan mahar dalam jumlah besar itu makruh hukumnya.

Apapun yang memiliki nilai secara fisik maupun secara maknawi boleh dijadikan mahar. Berdasarkan dalil­-dalil yang ada serta berujuk kepada tujuan diberikannya mahar, bisa dikatakan bahwa pendapat inilah yang paling benar. 

Pemberian mahar bukan hanya sekedar proses pertukaran harta. Lebih dari itu, mahar adalah sebuah simbol tentang kesungguhan niat untuk hidup bersama dalam ikatan suci pernikahan. 

Bentuk Mahar

Pada umumnya melihat dari kebiasaan yang ada, mahar dapat diberikan dalam bentuk harta, tetapi boleh juga dalam bentuk lain yang memiliki makna/simbolis tertentu/sesuatu yang memiliki nilai materil serta sepanjang itu disepakati oleh calon istri.

Sebagaimana telah djelaskan diatas, Rasulullah SAW. pernah menikahkan seorang lelaki dan menjadikan hapalannya terhadap surah tertentu dalam al­ Qur’an sebagai mahar. 

Bahkan, ketika Abu Talhah menikahi Ummu Salim, maharnya adalah keislamannya. Anas mengisahkan bahwa Abu Talhah menikahi Ummu Salim dengan mahar masuknya ia kedalam agama Islam. 

Tentang kisah tersebut, Tsabit berkata, “Aku tidak pernah mendengar seorang perempuan memperoleh mahar yang lebih mulia daripada mahar yang diterima Ummu Salim, yaitu agama Islam.

Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah menjadikan pembebasan seorang perempuan dari perbudakan sebagai mahar pernikahannya. 

Itu ditunjukan oleh kisah yang diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik bahwa Rasulullah memerdekakan Syafiyah dan menjadikan hal itu sebagai maharnya.

Sekian pembahasan singkat ini, mohon koreksi jika terdapat penjelasan yang keliru dan tidak tepat. Terima kasih

Editor : Dodi Insan Kamil

Page: 1 2
Next
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *